Diduga Bongkar Jaringan Penjual Tramadol, Wartawan Dianiaya dengan Samurai dan Stik Golf
JAKARTA – Seorang wartawan media online mengalami penganiayaan brutal saat melakukan investigasi terkait dugaan peredaran bebas obat keras golongan G, seperti Tramadol dan Hexymer, di sekitar Jalan H. Ten Raya, Rawamangun, Jakarta Timur.
Insiden bermula ketika korban mendatangi sebuah toko yang diduga menjadi lokasi transaksi obat terlarang tersebut. Kehadirannya segera diketahui oleh penjaga toko, yang kemudian menghubungi pemilik usaha.
Tak lama berselang, pemilik toko datang bersama beberapa orang. Situasi yang semula tegang berubah menjadi aksi kekerasan. Korban diduga dipukul dengan stik golf dan bahkan dibacok menggunakan samurai. Akibatnya, wartawan tersebut mengalami luka serius dengan sobekan di beberapa bagian tubuh dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Atas kejadian ini, korban, didampingi kuasa hukum Adam Suwahyu, S.H., M.H., dan Zainal Arifin, S.H., dari LBH Jaringan Rakyat (JARAK), telah melaporkan kasus penganiayaan tersebut ke kepolisian. Laporan tercatat dengan nomor LP/B/777/III/2025/SPKT/Polres Metro Jakarta Timur/Polda Metro Jaya, tertanggal 2 Maret 2025.
Tindakan kekerasan terhadap wartawan ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Ketua Gabungan Wartawan Tangerang (GAWAT), Yanto. Ia mengecam keras aksi brutal tersebut dan menegaskan bahwa kejadian ini merupakan ancaman nyata terhadap kebebasan pers.
"Segala bentuk penganiayaan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik tidak hanya mengancam keselamatan pribadi, tetapi juga kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi," tegas Yanto, Kamis (6/3/2025).
Lebih lanjut, Yanto meminta kepolisian segera menangkap dan mengusut tuntas pelaku penganiayaan.
"Kami memberikan dukungan penuh kepada korban dan keluarganya untuk mendapatkan keadilan. Aparat penegak hukum harus bertindak tegas dan cepat dalam kasus ini. Jangan sampai ada impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis," tambahnya.
Kasus ini menimbulkan dugaan bahwa jaringan peredaran obat terlarang di wilayah tersebut memiliki keberanian besar hingga nekat melakukan kekerasan demi melindungi bisnis ilegalnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Sejauh mana kekuatan jaringan ini hingga berani menganiaya seorang wartawan di tengah kota besar seperti Jakarta?
Masyarakat dan komunitas pers kini menantikan langkah tegas kepolisian, tidak hanya dalam mengusut kasus penganiayaan ini, tetapi juga dalam membongkar aktor-aktor di balik peredaran obat terlarang yang meresahkan banyak pihak. (Hayat/Red)