Aktivis Tolak Rencana TPST Bojong Menteng, Tantang Pemkab Serang Debat Terbuka
SERANG – Rencana pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Akhir Regional (TPST) Bojong Menteng di Kecamatan Tunjung Teja kembali memicu gelombang penolakan dari para aktivis. Meski sempat meredup, isu ini kembali memanas setelah rencana tersebut diarahkan lagi ke Bojong Menteng.
Pada Selasa (6/5/2025), sekelompok aktivis berkumpul di Saung Pertanian Kecamatan Tunjung Teja untuk menggalang kekuatan perlawanan. Hasilnya, lima aktivis dari berbagai unsur sosial secara spontan membentangkan spanduk besar bertuliskan "Tolak TPST Bojong Menteng" di depan Pendopo Bupati Serang, menandai dimulainya aksi protes.
Lubis, salah satu peserta aksi yang mewakili Mahasiswa Tunjung Teja, dengan lantang menyuarakan penolakannya. "Kami menolak keras Pemkab Serang menjadikan TPST di Bojong Menteng. Sampai titik darah penghabisan, kami akan mempertahankan daerah kami dari perilaku kesewenang-wenangan Pemkab Serang," teriaknya.
Hudaya, tokoh pergerakan lama dan Koordinator Forum Rakyat Anti TPST Bojong Menteng (FRASBM), bahkan menantang Pemkab Serang untuk membuka data dan studi kelayakan proyek tersebut. Ia meminta transparansi terkait klaim pemerintah tentang dukungan masyarakat lokal yang selama ini dianggap sebagai pembenaran atas proyek ini.
"Saya tantang Pemkab Serang untuk debat terbuka. Tunjukkan dokumen studi kelayakan dan persepsi masyarakat tentang penerimaan TPST di Tunjung Teja. Jangan hanya mengandalkan propaganda," tegasnya.
Hudaya menambahkan bahwa selama dua dekade terakhir, masyarakat Tunjung Teja telah berhasil memukul mundur ambisi tiga rezim penguasa Pemkab Serang untuk membangun TPST di wilayah mereka. Ia memperingatkan bahwa upaya memaksakan proyek ini dengan pendekatan feodal dan otoriter akan menghadapi perlawanan yang lebih besar di masa mendatang.
"Dua puluh tahun kita menang membungkam mereka. Jika rezim terpilih hari ini mencoba mengadu keberuntungan dengan melanjutkan rencana TPST, kami siap berdebat terbuka soal aspek teknokratik, regulasi, dan persepsi masyarakat. Jangan feodal, mari sampaikan argumen ilmiah. Jangan kampungan, jangan politis, karena soal lingkungan sehat adalah harga mati bagi kami," pungkasnya. (Epi)