Temuan BPK: Rp5,6 Miliar Kelebihan Bayar & Denda Rp1,57 Miliar, Proyek Jalan Cikumpay–Ciparay Diduga “By Design”
Proyek pembangunan Jalan Cikumpay–Ciparay di Kabupaten Lebak yang dikerjakan oleh PT Lombok Ulina kembali menuai sorotan. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp5,6 miliar serta denda keterlambatan senilai Rp1,57 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Banten, Musa Weliansyah, menyebut bahwa temuan BPK merupakan tamparan keras bagi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten.
“Ini bukan sekadar soal pengembalian uang negara, tapi bukti lemahnya pengawasan terhadap proyek tersebut. Sejak awal saya sudah mewanti-wanti soal kemungkinan mutu beton yang tidak sesuai, dan akhirnya terbukti melalui audit BPK,” ujar Musa saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (25/5).
Lebih lanjut, Musa menduga adanya konflik kepentingan dalam pelaksanaan proyek yang menggunakan mekanisme e-katalog tersebut. Ia menuding proyek tersebut telah “by design” sejak awal, melibatkan Pj Gubernur Banten, Dinas PUPR, dan pihak kontraktor.
“Pemenang kontraknya dari perusahaan yang tidak bonafide. Proyek ini seperti dipaksakan. Dugaan konflik kepentingan sangat kuat, seakan-akan proyek sudah diatur sedemikian rupa oleh para pihak terkait,” tegasnya.
Musa juga menyampaikan apresiasi kepada BPK yang telah menjalankan tugas audit secara objektif dan profesional. Ia berharap hasil temuan ini menjadi perhatian serius Pemprov Banten, terutama dengan komitmen antikorupsi yang selama ini digaungkan oleh pimpinan daerah saat ini.
“Di bawah kepemimpinan Bang Andara dan Pak Dimyati dengan slogannya ‘tidak korupsi’, pengawasan seharusnya dilakukan lebih ketat lagi, terutama oleh OPD terkait,” tandasnya.
Tak hanya menyasar kontraktor, Musa turut menyoroti kinerja konsultan pengawas proyek yang menurutnya tidak maksimal. Ia menduga konsultan dan tenaga ahli (TA) sering absen dari lapangan dan hanya tercantum sebagai formalitas dalam dokumen proyek.
“Kontraktor bukan satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab. Konsultan pengawas juga harus diperiksa. Mereka diduga sering tidak hadir di lokasi. Tenaga ahli yang seharusnya standby malah hanya pinjam nama saja. Akibatnya, mutu pekerjaan tidak sesuai spesifikasi dan menyebabkan kerugian negara,” jelas Musa.
Menutup pernyataannya, Musa mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi dalam proyek tersebut.
“Saya sudah menyampaikan hal ini ke KPK. Meski sudah ada audit BPK, penyelidikan oleh aparat penegak hukum bisa saja menemukan kerugian negara yang lebih besar,” pungkasnya.