Lingkungan Terancam, Warga Pandeglang Desak Hentikan Sampah Kiriman

Table of Contents


Pandeglang, 27 Agustus 2025
Gelombang perlawanan warga Pandeglang kembali membara. Keputusan pemerintah daerah yang membuka pintu bagi sampah kiriman disambut dengan amarah masyarakat. Genderang perlawanan telah ditabuh, suara rakyat tidak bisa lagi dibungkam.

Gerakan Rakyat Melawan menilai bahwa kerja sama yang membiarkan sampah dari luar daerah masuk ke Pandeglang adalah bentuk pelecehan terhadap martabat masyarakat. Selama ini, rakyat sudah cukup menderita dengan kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang menimbulkan bau busuk, pencemaran lingkungan, serta gangguan kesehatan. Alih-alih mencari solusi menyeluruh, pemerintah justru menambah beban dengan membuka pintu sampah kiriman.

Supriyadi, selaku koordinator lapangan, menegaskan: "Jangan salah menafsirkan aksi kami. Ini bukan sekadar demo, tapi ikhtiar menjaga marwah Pandeglang. Kami sudah bertahun-tahun hidup berdampingan dengan tumpukan sampah, mencium bau busuk yang menyiksa, melihat anak-anak kami tumbuh dengan ancaman penyakit akibat pencemaran lingkungan. Bukankah penderitaan itu sudah cukup? Mengapa pemerintah tega membuka jalan agar sampah dari luar daerah juga dibuang ke tanah kami? Kami rakyat Pandeglang punya harga diri, dan harga diri itu tidak akan pernah kami biarkan diinjak oleh kebijakan yang sewenang-wenang."

Sementara itu, Ilham menambahkan dengan nada penuh kekecewaan: "Setiap kebijakan yang merugikan rakyat adalah bentuk penghinaan. Bau busuk TPA sudah menjadi saksi penderitaan masyarakat. Air tercemar, lahan rusak, udara penuh polusi—semua sudah cukup menyiksa. Tapi apa yang kami dapat? Bukan solusi, bukan pembenahan, justru ditambah dengan sampah kiriman. Seolah-olah rakyat Pandeglang tak punya suara. Kami ingin katakan: rakyat sudah cukup sabar, tapi kesabaran itu ada batasnya. Hari ini, rakyat bersuara lantang karena sudah tak tahan lagi dibodohi dan ditindas oleh kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan publik."

Senada dengan itu, Imron juga menegaskan sikap rakyat Pandeglang: "Banyak yang bilang aksi rakyat ini terlalu keras. Tapi apakah mereka pernah merasakan hidup di sekitar TPA? Apakah mereka pernah mencium bau busuk sepanjang hari? Apakah mereka pernah melihat warga sakit-sakitan karena lingkungan tercemar? Ketika penderitaan itu nyata, rakyat tak punya pilihan selain melawan. ‘Bendera damai’ hanya bisa dikibarkan setelah pemerintah menghormati suara rakyat, bukan setelah rakyat diinjak-injak. Kami bersatu bukan atas nama segelintir elit, tapi atas nama rakyat Pandeglang yang menolak daerahnya dijadikan tong sampah kota lain."

Gerakan Rakyat Melawan menegaskan bahwa persoalan sampah bukan sekadar isu teknis, tetapi menyangkut masa depan lingkungan hidup. Sampah kiriman berpotensi mencemari tanah, merusak sumber air, serta menambah penyakit bagi masyarakat sekitar. Pandeglang yang dikenal dengan tanah subur dan hasil bumi, jangan sampai berubah menjadi kubangan sampah akibat kelalaian kebijakan.

Rakyat juga menilai pemerintah daerah abai terhadap aspirasi warganya. Dalam proses kebijakan, tidak ada keterlibatan masyarakat secara terbuka. Tidak ada ruang dengar, tidak ada transparansi—hanya keputusan sepihak yang merugikan rakyat. Hal inilah yang menjadi pemicu utama rakyat turun ke jalan, karena suara mereka dipinggirkan," tegas Imron 

(Kiswandi/Red)