Wartawan Dikeroyok saat Liput Sidak KLHK, Pokja Wartawan Banten: Negara Wajib Lindungi Jurnalis

Table of Contents
SERANG – Sejumlah wartawan menjadi korban pengeroyokan saat meliput sidak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di pabrik peleburan timbal milik PT Genesis Regeneration Smelting (GRS), Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Kamis (21/8/2025). Insiden ini kembali menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia.

Dari keterangan di lapangan, sejumlah wartawan dari berbagai media hadir meliput, di antaranya Yusuf (Radar Banten), Rifky (Tribun Banten), Rasyid (BantenNews.co.id), Sayuti (SCTV), Avit (Tempo), Depi (Antara), Imron (Banten TV), Hendi (Jawa Pos TV), Iqbal (Detik), dan Angga (Antara Foto).

Insiden bermula saat rombongan KLHK meninggalkan lokasi sidak. Para jurnalis yang hendak mengambil kendaraan tiba-tiba dihadang oleh pihak perusahaan bersama sejumlah anggota organisasi masyarakat (ormas) serta oknum aparat yang diduga berpihak pada perusahaan.

“Ketika kami hendak mengambil motor, langsung dijegat dan dipukuli. Banyak teman-teman yang dikeroyok membabi buta. Ada juga yang terpaksa lari hingga sekitar 5 kilometer untuk menyelamatkan diri,” ungkap Rasyid, wartawan BantenNews.co.id.

Akibat kejadian tersebut, beberapa wartawan mengalami luka-luka, sementara lainnya berhasil menyelamatkan diri. Aparat kepolisian bersama Polres Serang turun tangan untuk mengamankan situasi sekaligus memastikan keselamatan para jurnalis.

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Provinsi Banten, Hasuri, mengecam keras aksi kekerasan tersebut. Ia menegaskan bahwa pemukulan dan pengeroyokan terhadap jurnalis bukan hanya tindak pidana, tetapi juga bentuk nyata upaya menghalang-halangi kerja pers yang dijamin undang-undang.

“Kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran hukum serius. Kami mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas peristiwa ini dan menghukum para pelaku sesuai aturan yang berlaku,” tegas Hasuri.

Ia menambahkan, kekerasan terhadap wartawan tidak boleh dipandang sebagai persoalan individu, melainkan ancaman langsung terhadap demokrasi dan hak publik dalam memperoleh informasi.

“Ini bukan sekadar masalah wartawan, tetapi menyangkut kepentingan masyarakat luas. Negara wajib hadir dan memastikan jurnalis dapat bekerja tanpa intimidasi maupun kekerasan,” pungkasnya. (Red)