Proyek Jalan Terumbu–Sawahluhur Diduga Asal Jadi, Pengawasan BPJN Banten Dipertanyakan
Serang – Pekerjaan proyek peningkatan Jalan Terumbu–Sawahluhur yang dilaksanakan oleh PT Wijaya Karya Nusantara mendapat sorotan publik. Proyek yang dimulai sejak 16 Oktober 2025 dan kini memasuki tahap pengaspalan itu diduga tidak memperhatikan kualitas maupun kuantitas pekerjaan sesuai dengan standar teknis yang berlaku.
Dugaan tersebut mencuat lantaran proses pengawasan dari pihak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah I Provinsi Banten dinilai tidak berjalan maksimal. Beberapa tahapan penting seperti pemadatan tanah, uji laboratorium material, serta pengecekan Senkon di lapangan diduga tidak dilakukan sesuai prosedur dan dokumen spesifikasi teknis yang menjadi acuan jaminan mutu pekerjaan.
Proyek peningkatan jalan dengan nilai kontrak sebesar Rp18.987.649.362,00 itu diduga kuat tidak mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya pada Pasal 52 dan Pasal 185 huruf b.
Aktivis Aliansi Pamungkas Provinsi Banten, Babay, menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan uji laboratorium terhadap material batu dan hasil pemadatan tanah yang telah dikerjakan.
“Kami berencana melakukan uji lab terhadap batu material yang sudah terpasang pada proyek peningkatan Jalan Terumbu–Sawahluhur, termasuk pemadatan tanah galian di sisi kanan dan kiri jalan. Kami ingin memastikan apakah sudah layak dilanjutkan ke tahap hotmix atau belum,” ujar Babay.
Ia juga menilai ada indikasi praktek kongkalikong antara pihak pelaksana dan pengawas proyek.
“Material lapisan pondasi kelas B kami duga kuat tidak sesuai dengan harga satuan produk. Namun, hal itu tetap dibiarkan dan terpasang. Ini jelas bentuk kelalaian sekaligus dugaan permainan antara pihak terkait,” tambahnya.
Babay mendesak Kepala BPJN Wilayah I Provinsi Banten untuk segera turun meninjau ulang pekerjaan di lapangan.
“Kami meminta Kepala BPJN Wilayah I meninjau kembali proyek ini. Jika terbukti tidak sesuai SOP, material lapisan pondasi agregat kelas B harus diangkat kembali. Bila tidak, ini jelas mengandung unsur kongkalikong dan berpotensi menjadi tindak pidana korupsi,” tegasnya.